Rabu, 16 Februari 2011

khas mongondow

Kacang Goyang...makanan ringan khas Bolaang Mongondow


Mengintip Usaha Kacang Goyang Kotamobagu
Dampak krisis finansial global mulai melanda warga di seluruh dunia. Begitu juga di daerah-daerah. Sulut misalnya, mulai melanda usaha kecil menengah, terutama usaha makanan ringan. Tak terkecuali di Kotamobagu, misalnya oleh pengusaha makanan ringan kacang goyang.



Kacang Goyang dalam kemasan

Kacang goyang sebenarnya adalah murni produk lokal yang diproduksi oleh UD Serasi, UD Totabuan, Kabela, dan UPPK Berusaha, yang sentranya ada di kelurahan Motoboi Kecil, Kecamatan Kotamobagu Selatan.
Menariknya, usaha yang dirintis sejak 1970-an itu selain usaha keluarga juga dikelola melalui usaha lintas keluarga secara turun temurun. Mereka juga boleh berbangga karena produk asli goyangan IRT Totabuan ini bisa menembus pasar dunia, seperti di Singapura. Pemilik UD Serasi Ny Hj Rabaiyah Lobangon mengatakan, di seluruh Sulut sudah dipasarkan di swalayan, juga masuk pasar Irian Jaya, dan Kalimantan melalui jaringan kemitraan.
Menurut Robiyah, dari hasil itu mereka telah sukses menyekolahkan anak-anak hingga ke Perguruan Tinggi. Dari 6 anak mereka yang disekolahkan, ada 4 anak yang sukses meraih gelar Sarjana. Mereka juga saat ini sudah menjadi PNS dilingkup Pemkab sebagai guru dan S1-Ekonomi. “Berkat kacang goyang ini istri saya sudah bisa beribadah haji ke tanah suci. Saya nanti akan menyusul,’’ aku Rasyid Daun, suami Robiyah.
Menurut Aki Bebi–begitu Rasyid Daun disapa-dalam sehari mampu memproduksi sekitar 90 kilogram kacang goyang. Peningkatan hasil produksi ini selain karyawan yang mencapai 36 orang, juga stok kacang tanah lancar dikirim mitra kerja dengan kacang tanah kiriman dari Gorontalo, Jawa Timur, dan Makasar. Karyawan UD Serasi juga mampu memproduksi makanan ringan tambahan seperti kacang hai, slei nenas, bagea kenari, bolu panggang, dan kacang telur. Kacang goyang sendiri dijual Rp 30 ribu per kilogram, belum termasuk ongkos kirim ke daerah tujuan. ‘’Kami berharap pemerintah turut membantu dalam hal pemasaran produk. Bila perlu kemasan lebih dipercantik lagi supaya produksi kita ini makin dikenal luas,’’ katanya.
Kesulitan bukan tidak ada. Sebab, minyak tanah yang tidak lancar, juga stok kacang yang kurang di Bolmong sering jadi masalah. Itulah sebabnya, stok kacang tanah sering didatangkan dari luar daerah, dan minyak tanah diganti dengan arang tempurung atau kayu bakar.

Mengenal Sayur Daun Gedi...(Yondok)

Daun Gedi (Sayor Yondok) memiliki nama latin Hibiscus Manihot L. di negara lain juga daun gedi disebut (Philipina: Lagikuway, Thailand: Po fai, Inggris: Edible hibiscus).
Daun Gedi merupakan sayur khas di Sulawesi Utara khususnya Bolaang Mongondow karena orang Mongondow pasti tidak akan pernah lupa pada rasa nikmat masakan sayur gedi yang dikenal dengan Sayor Yondok. Dalam pengolahan sayur ini banyak resep tergantung selera masing-masing peminat, boleh memasak dengan santan atau cuma di rebus biasa dengan tambahan bumbu khas lainnya. Namun sayur gedi ini identik dengan dimasak santan ditambah rebung (oyobung), ubi talas (bete)  dan bumbu lain, kemudian ditambahkan lagi dengan ikan asin (ikang garam) sebagai teman makan sayur yondok.
Bagi orang asli Manado atau Bolaang Mongondow makan Bubur Manado (tinutuan) tidak lengkap jika tidak ditambahkan daun gedi ini sebagai campuran. Daun gedi mempunyai fungsi sebagai penambah rasa gurih serta mengentalkan. Selain lezat, daun gedi juga kaya akan vitamin A, zat besi dan serat yang baik untuk saluran pencernaan. Kolagen terkandung di dalam daun ini juga bermanfaat antioksidan dan menjaga kesehatan kulit. Mungkin karena banyak mengandung serat sehingga menyerap kolesterol dan lemak. Sehingga banyak orang berpendapat bahwa sayur ini dapat membuat orang langsing dan membantu menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi. Namun belum ada penelitian khusus tentang hal ini.  Karena daunnya banyak mengandung banyak zat kolagen yang bersifat antioksidan, maka berguna untuk merawat kesehatan kulit dan melancarkan peredaran darah. Konon kabarnya, pada suatu masa, Pak Harto (Almarhum) senang merawat sendiri tanaman ini di rumah kediamannya di Cendana, karena beliau suka makan rebusan daun itu guna pemulihan dan perawatan kesehatannya di masa tua.

Saat ini daun gedi susah dijumpai, padahal tanaman ini sangat mudah tumbuh dan diperbanyak. Cukup stek batang dan tanam di media tanah yang gembur pasti akan tumbuh subur. Tinggi tanaman bisa mencapai dua meter dan jika tanahnya cocok akan sangat rimbun dengan daun. Daunnya hijau dan sepintas mirip daun singkong atau mariyuana, karena daunnya berbentuk 5 jari mirip daun singkong atau mariyuana.
Orang Mongondow, terutama yang ada diperantauan sering menanam daun gedi ini di pekarangan rumah atau pot agar sewaktu-waktu bila ingin memasak sudah tersedia. Memang rasa daun gedi sangat kental di lidah orang Mongondow sehingga kemana saja selalu terbayang...sayur yondok. Bukan cuma orang Mongondow saja yang terkenang dengan daun gedi ini, menurut cerita kalau ada orang luar yang pernah makan sayur daun gedi ini pasti tidak akan pernah lupa rasanya dan akan selalu mencari dimana tempat yang ada daun gedi ini. Percaya atau tidak? Wallahualam bisawab....
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar